Sabtu, 25 Februari 2017

Laki laki yang selalu meminum aspirin di pagi hari

Sebutir aspirin adalah sebinar cahaya di pagi hari untuk menghadapi huru hara bumi. Celah jendela sudah terbuka dan suara Mama menggerutu jelas sekali di balik pintu. Katanya aku harus segera bergegas menyiapkan hidupku agar menjadi manusia.

Aku tertawa,tertawa dengan ceruk hitam di mata karena keseringan begadang. Kaca di kamar usang menampilkan bayanganku yang temaram dalam balutan baju tidur kedodoran.

"Kapan kamu akan dewasa, Mar?" tanya Mama dari jauh.

Aku masih berkacak pinggang menghadapi suaranya yang berkelindan di kepala. Ia seperti ada tapi juga seperti tidak ada. Oh, tidak sebetulnya yang semu itu aku.

Aku yang semu dan selalu orang orang melewatiku tanpa menyapa. Seekor tikus melenggang begitu saja di hadapanku. Aku melangkah masih dalam seragam santai.

"Kamu tidak akan pernah bisa menikah kalau jam segini kamu belum mandi," ejek mama lagi.

Mataku menatap jarum jam di dinding. Segalanya berbunyi. Kaca pelindungnya, jarum kecil maupun yang besar, juga dinding tempatnya menempel.

Ini seperti gempa dan aku tertawa. Aku belum siap menghadapi apa-apa.

"Kau mabuk pagi-pagi?"

Aku hanya minum aspirin, Ma, jawabku dalam hati. Hatiku temaram dan belum pagi. Tapi matahari di luar mengganggu sekali. Juga suara ibu dan tetangga. Suara kendaraan di jalan dan semua hiruk pikuk yang hidup di kepalaku.

"Kamu tidak pernah berubah,Mar," Mama menyeka air matanya.

Samar samar bayangannya lenyap bersama telapak tanganku yang kosong. Tak ada Mama di sini. Tak ada Mama di mana mana. Kusadari obat penenangku telah habis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar